Sapaan Gembala - Warisan Yang Baik

Sabtu, 28 September 2024 oleh Pdt. Benaya Agus Dwihartanta

Pendeta yang nama lengkapnya lumayan panjang ini, Benaya Agus Dwihartanta, adalah putra alm Pdt.Tan Tjoen Sing (GKI Bojonegoro). Benaya menyelesaikan studi teologi dr Fakultas Teologi UKDW tahun 1991. Setelah menempuh lika-liku perjalanan hidup serta pelayanan, Benaya ditahbiskan menjadi pendeta GKI tahun 2009 dengan basis pelayanan Jemaat GKI Wongsodirjan, Yogya. 

Ini cerita Pdt. Benaya: ”Di setiap jemaat GKI pasti ada cerita yang unik, menarik dan berkesan yang dapat dibagikan kepada banyak orang. Salah satu dari cerita-cerita itu adalah mitos tentang gedung atau bangunan gereja di jemaat tersebut. Yang lebih menariknya lagi, kalau mitos itu sengaja dipelihara, bahkan dibumbui dengan kisah-kisah yang menegaskan kebenaran mitos tersebut. Sebagai contohnya, kisah tentang keangkeran gedung gereja yang ada di jemaat kami. Memang bangunan gedung gereja kami relatif cukup tua, karena bangunan gedung gereja kami adalah renovasi dari sebuah gudang beras kuno, yang bersebelahan dengan tempat tinggal pemiliknya, yang diperkirakan usianya sebelum zaman kemerdekaan. Hal ini terbukti dari struktur bangunan rumah tinggal tersebut, yang sekarang berubah fungsi menjadi gedung pertemuan (gedung serba guna), di mana bangunan aslinya tanpa semen dan tak ada tulangannya (tanpa besi beton). Itulah sebabnya, ketuaan bangunan gedung gereja dan gedung pertemuan yang ada di jemaat kami menjadi background dan mungkin juga alasan munculnya mitos-mitos horor (angker) tersebut.
    
Memang tidak diketahui asal-muasal munculnya kisah-kisah horor tersebut. Hanya saja, sejak saya aktif berpelayanan di sana, bahkan sebelum memasuki proses kependetaan, kisah-kisah ini sudah ada dan selalu bertambah dengan cerita-cerita barunya. Saya sendiri tidak pernah mengalami (melihat, mendengar atau mencium) hal-hal seperti yang disebutkan dalam kisah-kisah tersebut, bahkan saat jenasah Alm. Pdt. S.H. Widyapranawa disemayamkan di gedung gereja kami, saya justru seorang diri tidur di lantai, tentu dengan alas tikar, di sebelah peti jenasahnya, ditinggal oleh teman-teman penatua yang mestinya berjaga. Ketika menjelang subuh saya bangun, saya heran kok saya sendiri tidur di situ dan tidak ada seorang pun. Akan tetapi, saya tidak mengalami atau merasa apa-apa, kecuali hanya kedinginan karena pintu gedung gereja dibiarkan terbuka, namun pintu gerbang ditutup (dikunci), padahal dalam kisah-kisah mitos yang berkembang, banyak orang yang mengalami hal-hal yang aneh dan menakutkan di gedung gereja tersebut. Malahan, ada cerita yang mengisahkan bahwa ada seorang penatua kami yang sedang bersabun saat mandi di kamar mandi ruang konsistori tiba-tiba lari keluar, tentu masih tanpa busana, karena merasa ada yang menyiramkan air kepadanya, padahal ia sendirian di kamar mandi tersebut dan kamar mandi di sebelahnya juga tak ada orang. Untung saja, saat itu belum terpasang cctv di ruang konsistori kami. Bayangkan, kalau saat itu sudah terpasang cctv, tentu kejadian itu akan terekam dan membuatnya sangat malu. Kisah ini mungkin menggelikan, namun juga menyeramkan bagi yang mengalaminya, sehingga sampai hari ini masih banyak orang yang percaya pada kisah-kisah mitos tersebut, apalagi setelah ditambah atau dibumbui dengan pengalaman-pengalaman baru dari beberapa orang tentang keangkeran gedung gereja kami, sampai-sampai berapa penatua, aktifis, bahkan TPG kami sekalipun takut untuk masuk ke ruang atau kamar mandi tertentu di gedung gereja atau gedung pertemuan kami jika sendirian. Semoga kisah-kisah mitos seperti ini semakin hari semakin berkurang pengaruhnya dalam kehidupan jemaat, tentunya dengan tidak meneruskan dan membumbui kisah-kisahnya, melainkan membahasnya secara lebih obyektif, sehingga tidak membuat banyak orang justru takut dan kehilangan keyakinannya pada Tuhan…”

Pdt. Benaya menyapa kita dlm SG-GKI hari Sabtu 28 Sept 2024. (Bahan intro dr catatan Pdt. Benaya, awalan oleh Ronny N., video diedit dan diunggah oleh sdr.Sigit dr kantor Sinode GKI)