Ia Datang Karena Cinta

Minggu, 10 Desember 2023 oleh Sdr. Gilbert Shilo Tanjaya, S.Fil

Ia Datang Karena Cinta

Yesaya 40:1-11; Markus 1:1-8

 

Jemaat yang terkasih, ada yang tahu kisah anjing yang setia, Hachiko? Seekor anjing yang dengan rela dan setia menunggu kepulangan tuannya di stasiun. Sikap ini merupakan bentuk cinta yang tulus dalam dirinya. Bahkan hingga tuannya meninggal Hachiko tetap menunggu hingga akhir hayatnya di stasiun. Saya rasa cinta yang diberikan Allah kepada kita-umatNya, totalitas dan tidak terbatas, kalau Hachiko saja yang “seekor anjing” bisa setia, lebih-lebih lagi Allah.

Kalau kita ingin melihat seberapa besar cinta Allah, kita bisa melihatnya (salah satu contohnya) pada bacaan yang pertama, dalam Yesaya 40:1—11. Salah satu bentuk cinta Allah ketika Ia tetap mau menolong bangsa Israel, meskipun masih bandel, misalnya bangsa Israel yang lebih memilih untuk meminta pertolongan kepada Mesir. “2yang berangkat ke Mesir dengan tidak meminta keputusan-Ku, untuk berlindung pada Firaun dan untuk berteduh di bawah naungan Mesir. “(Yesaya 30:2). Allah sudah berinisiatif dengan kerelaan hatiNya untuk menyatakan cintaNya melalui pertolonganNya.

 

Maka dari itu bukankah kita juga perlu melayakkan diri untuk menerima cinta Allah? Bagaimana caranya? Menjalani hidup dengan sikap kerendahan hati dan pertobatan. sebagaimana apa yang diperingatkan oleh Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea “….Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.” (Markus 1:4). Bagi Yohanes Pembaptis pertobatan merupakan sebuah jalan utama yang harus kita tempuh dalam proses perjalanan panjang kehidupan kita; dan tidak hanya itu pertobatan jugalah merupakan sebuah tanda yang menandakan kesiapan kita untuk menyambut cinta dari Allah.

Lalu pertanyaan reflektif bagi kita, Apakah kita sudah berinisiatif untuk menata kehidupan kita sehari-hari dengan sikap kerendahan hati dan pertobatan? Apakah dengan kesungguhan hati menghidupi dua hal tersebut atau hanya karena keterpaksaan untuk mendapat cinta dari Allah? Karena itu Jemaat yang terkasih dalam masa-masa Adven ini kita menghayati bahwa ketika melakukan dengan penuh kegembiraan dan menikmati segala proses pertobatan, itulah cinta yang bukan karena keterpaksaan. Allah mencintai kita yang memang apa adanya, tetapi bukan berarti kita mencintai Allah dengan seadanya.

 

Gilbert Shilo Tanjaya