JAWABAN PENANTIAN SIMEON
Yes. 61:10 – 62:3; Luk 2 : 22 – 40
Simeon dalam bacaan Lukas adalah seorang laki-laki dari Yerusalem yang hidup pada saat Yesus dilahirkan. Simeon memiliki reputasi sebagai orang yang hidup benar dan saleh di hadapan Tuhan, yang menanti-nantikan penghiburan Allah atas Israel, ia diurapi oleh Roh Kudus dan kepadanya telah dinyatakan bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan (Lukas 2 : 25 -26). Penantian Simeon tidaklah sia-sia, Roh Kudus memimpin Simeon untuk pergi ke Bait Suci dan disana ia melihat dan menyambut bayi Kristus dengan perasaan penuh sukacita. Simeon dengan jelas mengetahui bahwa segala penantian dan pengharapannya telah datang dalam diri bayi Kristus. Namun apa yang dilihat Simeon tidaklah bisa dilihat oleh orang lain, tidak semua bisa melihat kehadiran bayi Yesus sebagai pengharapan dan keselamatan serta Mesias yang sudah dijanjikan Allah kepada bangsa Israel.
Dari Simeon kita bisa belajar tentang sikap hidupnya dalam menanti dan menunggu hadirnya Mesias yang telah dijanjikan kepada bangsa Israel. Tidak semua orang mengambil sikap yang sama seperti Simeon dalam masa penantian datangnya Mesias, yaitu sikap yang selalu hidup benar, saleh, taat, tekun, takut akan Tuhan serta sabar. Arah hidupnya hanya ditujukan kepada penantian akan datangnya Mesias yang diurapi oleh Tuhan. Karena kesalehannya dan kesabarannya, ia dipenuhi oleh Roh Kudus dalam hidupnya sehingga ia mampu melihat dan mengenali keselamatan yaitu Yesus Kristus (Lukas 2 : 30 – 32).
Tidak setiap orang mampu melihat dan menangkap karya-karya penyelamatan Tuhan dalam setiap kejadian dan pengalaman hidupnya. Keselamatan Tuhan hadir dan dialami oleh mereka yang mengenal dan percaya serta patuh dan setia kepada-Nya. Jika hidup rohani kita jauh dari Tuhan maka kita menjadi “buta” untuk melihat kehadiran Tuhan dalam hidup kita.
Seperti Simeon yang telah melihat keselamatan dengan matanya, ia diliputi dengan sukacita dan damai sejahtera (Lukas 2:29). Mereka yang mampu melihat keselamatan Tuhan mengalami perasaan damai sejahtera. Dalam bacaan kitab Yesaya tertulis, “Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya.” (Yesaya 61:10), dari sini kita bisa melihat bahwa keselamatan bukanlah sesuatu yang datang dari dalam diri manusia melainkan dianugerahkan dari Allah sendiri.
Pada kenyataannya kita seringkali merasa jauh dari rasa damai sejahtera, kita tidak mampu melihat makna dan tujuan hidup kita, kita selalu berfokus dan berpusat pada persoalan-persoalan yang hadir dalam hidup kita dan tanpa kita sadari diri kitalah yang menjadi bagian dari persoalan itu. Semua karena kita hidup jauh dari kehendak Tuhan, pandangan kita hanya dipenuhi oleh berbagai kesusahan dan persoalan dalam hidup, kita gagal melihat keselamatan Tuhan yang tersembunyi di balik setiap persoalan dan kesedihan kita. Apabila kita berjalan bersama Kristus, maka segala persoalan dan kesusahan akan berubah menjadi sumber inspirasi, kekuatan dan pencerahan hidup. Seperti Simeon yang hidupnya selalu berfokus menantikan keselamatan melalui Mesias sehingga kepadanya dianugerahkan kesempatan untuk melihat Mesias itu sendiri dan mengalami damai sejahtera. Inilah rahasianya yaitu dengan tidak hidup mengasingkan diri dari Tuhan, yang merupakan sumber pengharapan. Kita menjadi buta jika hidup jauh darinya.
Mata Simeon adalah mata yang sedang menanti, penuh pengharapan. Walaupun ia sudah senja ia tidak kehilangan pengharapan, karena ia tetap tinggal dalam persekutuan dengan Tuhan. Marilah kita belajar dari Simeon untuk selalu hidup dekat dengan Tuhan agar kita selalu dimampukan oleh anugerah Tuhan untuk melihat keselamatan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, untuk melihat dengan cara pandang yang baru dan tahu bagaimana untuk selalu memiliki pengharapan. Dengan demikian mata kita juga akan melihat keselamatan Tuhan.
Nefesy Larasati